Namaku Ken Tampan Wicaksana, umurku baru saja memasuki 15
tahun. Aku baru saja masuk SMA, SMA terfavorite dikotaku. Aku tumbuh menjadi
laki-laki berperawakan tinggi besar dan sedikit kurus, aku anak tunggal. Aku
menjadi salah satu korban dalam kehidupanku.
Pada awalnya kehidupanku sangatlah menarik, penuh warna, dan
bahkan setiap yang ku lalui sangat penuh dengan sensasi. Ya hidupmenjadi
pewaris tahta tunggal keluarga Tampan. Seorang Pengusaha Batubara yang sukses.
Ya itu pekerjaan ayahku, ayah yang menyayangiku.
Ibuku adalah wanita karir yang cukup sukses dibidangnya,
beliau sering duduk terpaku saat bekerja dikamarnya. Wanita dengan penghasilan
yang tak kalah dengan ayahku. Walaupun beliau masih menerima nafkah dari
Ayahku. Beliau orang yang focus, dan
serius pada pekerjaannya. Tak pernah ada satu yang luput dari penglihatannya
saat melihat apapun. Wanita bermata Elang.
Barukali ini aku bangun lebih pagi dari semuanya. Ibu tak
pernah mau menyewa pembantu karna beliau masih mampu melakukan kewajiban
beliau. Aku bangun dan berjalan, lalu
tanganku mulai menyentuh gagang cendela dan kubuka cendela itu. Kuhirup udara
yang masih bersih, lalu kututup lagi candela kamarku. Kini aku tak tau kenapa aku ingin keluar. Kini
aku berjalan menuju luar. Kubuka pintu kamarku dengan sangat pelan, ku tak mau
mereka terbangun karena suara pintuku.
Tapi…
Saat ku membuka pintu kamarku, kulihat bayak pecahan kaca
yang berserakan. Aku mengikuti pecahan kaca itu sampai kemana. Yang aku tau itu
berakhir didepan kamar orang tuaku, pelan dan sangat pelan aku membuka pintu
kamar mereka. “krek” suara itu sangat keras untukku. Pintu kamar telah terbuka,
namun yang kulihat hanyalah ibu yang tidur diatas sofa kamar. Ranjang mereka
beratakan, dengan pecahan kaca yang berserakan. Ku ambil selimut lalu
kuselimuti ibuku. Lalu ku berjalan menuju cendela kamar mereka.
Kulihat sekeliling. Terlihat
Pagi itu sangat dingin dan gelap, tak ada bunyian apapun yang terdengar. Hawa
dingin begitupun terlihat sangat kasar menyerang
tubuh, hingga kerelung batin. Kini aku merasa aneh dengan keluargaku. Aku mulai
merasa ada yang berubah dari mereka. Kucoba untuk menghalau semua pikiran itu.
Kini matahari telah terbit. Sinarnya menembus kaca-kaca
kamar mereka, dan aku masih berada didalam kamar ayah dan ibu. Kini terlihat
jelas bagaimana keadaan kamar mereka. Bantal dan guling, telah terlempar
kemana-mana. Semua make up milik ibuku jatuh dan berserakan. Hiasan-hiasan
lukisan yang tertempel indah, telah hancur berserakan. Kini kulihat wajah ibuku
lebam, biru. Seperti terkena pukulan yang sangat keras.
Tiba-tiba “Brak..”kudengar suara bantingan yang berada
didepan, kuberlari, menuju ruang depan dan kini kulihat, pintu rumahku telah
terbuka. Dan kulihat sosok laki-laki yang sudah kukenal. Ya itu ayah, tapi aku
tak tau harus berbuat apa, ku lihat wajah ayahku yang penuh dengan amarah.
Akhirnya ku tak berani untuk bertemu, akhirnya
aku kembali ke kamar, mungkin itu
hal yang terbaik tempat dan paling aman dari amarah ayahku.
Jam telah berganti jam, aku tetap berada dikamarku, aku tak
berani keluar kamar, apalagi sekolah. Sekolah kini tak terlalu penting karna
semua kekayaan ayahku tak akan habis sampai turunan berapapun, dari aku. Kini
kuberanikan diri untuk membuka pintu kamarku yang tadinya terkunci rapat. “krek..” pintu kamarku telah terbuka. Kini
yang selalu ku takuti akhirnya datang juga. Tiba-tiba kulihat semua gelap, hawa
dingin mulai menyerang, ketakutan, semua bercampur menjadi satu.
“pyang.. brug..” tiba – tiba suara-suara yang tak kuketahui
dari mana asalnya buatku semakin merinding, dan ketakutan tak karuan.
“dasar wanita tak tau
diri, hanya bisa meminta dan meminta, kamu pikir saya kartu kredit. Bisa-bisa
saya gila , kamu tau” kata seorang laki-laki dan disusul suara tangisan seorang
wanita, yang tak kudengar dengan jelas suara siapa itu. Aku berada disudut
kamar, bantal yang kini kurangkul tanpa ikhlas ku melepasnya. Kini kumengalami
ketakukan yang yang sangat dahsyat, hingga tak bisa kutahan.
Waktu terus melaju pada relnya, kini semakin membuatku,
merasa tertekan olehnya. “ ah, kini aku tak bisa mengendalikan emosi pada
diriku, semua barang yang ada didepanku telah hancur, dan bahkan tak tau kemana
pergi setiap potongan yang pecah” kini
kumelihat mereka hamper saling membunuh.
“berhenti…” teriakku.
“apa kamu hanya anak kecil yang hanya bisa menghabiskan uangku”
bentak ayahku padaku
“sudah jangan bawa dia dalam masalah kita” sahut ibuku yang
tak henti menangis.
“kalian hanya sampah, yang hanya bisa menghabiskan setiap
keringatku” suara ayahku kini sangat jelas dan sangat –sangat tidak bisa
diterima.
“Apa Ayah Bilang, aku sampah, lalu apa ayah?, yang hanya
bisa marah, dan tak pernah memberi setetes kasih sayangnya untuk kami, lalu apa
gunanya aku memiliki ayah seperti anda.”
Aku tak tau bagaimana rangkaian kata itu bisa keluar dari mulutku.
Plak.. “ pandai sekali kamu bicara, kamu tau siapa yang
sedang bicara?. Dasar anak tak tau diri” pukulan ayahku tepat terkena dipipi,
dan yang kini kurasakan ada tetesan darah yang mengalir.
“bukan aku yang tak tau diri tapi kalian, yang tak pernah
tau bagaimana perasaanku. Aku malu, jika melihat teman-teman yang setiap sore
pergi bersama keluarganya sedangkan aku tidak, pernah gak ayah dan ibu pikir
hal sekecil itu. Aku yakin kalian gak akan pernah terpikir. “ kini tetesan
bening telah keluar dari rumahnya.
Kini ibuku memelukku dan “maaf nak ibu belum bisa memberi
itu “
Ayahku hanya terdiam dan pergi keluar rumah, aku tak peduli
dengannya.
Kini waktu bergulir begitu cepat, aku tak peduli ku lari
menaiki tangga dan ku hentakkan pintu
kamarku. Kini emosiku sudah tak dapat kutahan,seperti ada sosok bayangan hitam
yang merasuki tubuhku ini kukeluar kamar dan mencari ayahku dengan tangan yang
mengepal. Aku tak peduli dia telah membuatku hancur, sudah habis kesabaranku.
Tapi ibuku menahan tubuhku dan aku tak mungkin tega membuatnya
terjatuh setelah lelaki itu, “kemana perginya ayah?” tanyaku, “sudahlah nak tak
usah kau pedulikan ayahmu” wajah ibu ku yang membuat aku tak mampu berkutik
lagi.
Waktu terus bergulir, dan mulai lebih cepat dari biasanya.
Aku merasa terpuruk dan mulai tak bisa mengendalikan semua egoku “arg.. arg..
ah.. persetan dengan ayah dan ibu”, kukirimkan tinjuan pada tembok yang dia
sendiripun tak tau apa maksud pukulanku itu. Yang jelas taba-tiba ibu mengetuk
pintu kamarku. “ apa kamu tak apa nak?”,”aku tak apa bu” . ibu berlalu tanpa
ada kata lain. Lalu ke beranikan diri keluar dari kamar dan menuruni setiap
tangga yang menuju keruang keluarga.
Kini aku masih, berada didalam Neraka dunia. Tapi aku tak
tau kenapa rumahku yang harus jadi nerakanya, tempat yang dulunya menjadi tempat,
kami saling menyayangi satu sama lain. Membunuh waktu yang akan merebut
kebahagiaan kita. Tapi kini tempat ini
kembali sepi dan sunyi, kini yang kulihat bayangan saat dulu kami
bersama. sudah tak ada pecahan kaca atau apapun itu. Namun waktu, tetap tak ingin diam . kulihat ibu yang tengah
terlelap di sofa ruang keluarga lalu ku menuju dapur. Saat ku sampai didapur.
Tiba-tiba…
Brak.. “bisa-bisanya kamu tidur?” suara bentakkan itu lagi.
“aku hanya merebahkan tubuhku saja, aku tak tidur.” Jawabnya
lirih.
“ah banyak alasan. Plak.”
“kamu hanya bisa menampar, tampar saja hingga kau puas”
jawab ibuku.
Saat ku tersadar apa yang terjadi kulari dari dapur menuju
ruang keluarga.
“apa kalian belum puas, apa yang kalian mau, apa hanya ingin
membunuh kehidupan saya.” Bentakku pada ibu dan ayahku. Kini cairan bening
ibuku telah mengalir. Wajah ayahku mulai merah padam
“sudah diam, kamu tidak perlu ikut campur !”bentak ayahku
dengan tangan yang akan memukulku lagi.
“apa ayah belum puas, menamparku tadi,ha apa yah? Masih
belum puas? .” kini tamparan itu sudah mendarat dipipiku.
“jaga perkataanmu, semua karna kamu (sambil tangan yang
menunjuk ibuku) kamu yang hanya bisa menuruti apa yang dia mau, kemana ilmu tata
kramamu itu, yang selalu dibangga-banggakan oleh ibumu itu ,ha mana.? Tangkas ayahku untuk
ibuku
“udah cukup, kalau ini memang salahku jangan salahkan dia,
dia anakmu dan sudahlah kalau itu yang kamu mau lebih baik kita selesai. Jangan
pernah bawa ibuku dalam setiap permasalahan.” Jawab ibuku dengan tangisan yang
tak pernah lelah untuk mengalir
“oh jadi kamu menantangku, silahkan. Lalu rasakan hidupmu
sendiri” jawab ayahku kemudian hilang ditelan bumi.
“ Ken, kamu gak perlu seperti itu, kamu adalah anak yang
baik dan ibu gak mau mulutmu menjadi ternoda karna masalah sekecil ini” kata
ibuku.
“ini bukan sebuah masalah kecil bu, tapi ibu sudah terlalu
sakit, sudah saatnya aku yang bangun dan membantu ibu. “
“ sudah Ken cukup Ibu gak mau kamu yang terluka” tanpa aku
peduli semua kata ibu aku lari kekamar.
Dan tak tau mengapa aku ketakutan seperti ada seseorang yang
selalu memutar kejadian saat ayahku akan melempar pisau itu . AH….. teriahku dan kini semua cermin yang ada
dikamarku telah bercecer dan tertancap indah ditanganku. Rasa sakitnya tak
terasa . yang hanya adalah rasa benci pada lelaki itu.
Namun sesuatu terjadi..
Kring telfon rumah berbunyi dengan sigap ibu mengangkat
gagang telepon. “ selamat sore, bisa bicara dengan ibu Tampan, kami dari rumah
sakit daerah. Ingin mengabarkan bahwa bapak Tampan, kecelakaan, dan beliau
sudah berada di UGD mohon ibu segera datang dan mengurus semuanya. Terimakasih.
“
Ibu menutup gagang telpon lalu menangis sejadi-jadinya. “
kenapa bu ?” “ayahmu nak masuk rumah sakit. Tolong antarkan ibu ke rumah sakit
nak “ pinta ibu “iya, ayo bu sekarang”
aku dan ibu beranjak, dengan sigap ku ambil kunci motorku. Kunyalakan motorku
dan mulai melakukan perjalanan. Ibu tetap menangis, dan memelukku. Sesampainya
disana ibu langsung berlari memasuki area UGD sedangkan aku sedang sibuk
mengurusi Parkir sepedaku.
Dari dalam UGD ibu menagis sejadi-jadinya tiba-tiba tak
sengaja ku dengar ayahku berkata “ maaf saya belum bisa menjadi suami yang
baik, dan tolong katakana pada ken, aku sangat menyayanginya, dan maaf atas
semua perlakuan ku padanya. Kini aku telah lelah, izinkan aku untuk tidur dalam
kenangan yang indah.” Setelah kata terakhir ayah katakana ibu berteriak, semua
dokter yang ada sedang berkumpul dan aku masih berdiri didepan UGD, tak
kusangka air bening itu kini telah menetes dipipi. *k24
sorry guys bersambung ...
sorry guys bersambung ...
